KONKRIT NEWS
22/11/18, 22.11.18 WIB
Last Updated 2018-11-21T21:49:42Z
Bandar LampungDaerah

Rencana Lahan Way Dadi Masuk PAD Lampung Dapat Kecaman Masyarakat

Advertisement


Rencana Lahan Way Dadi Masuk PAD Lampung Dapat Kecaman Masyarakat

Bandar Lampung -  Pelepasan 89 hektar (Ha) lahan Waydadi di Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung, masuk pendapatan asli daerah (PAD) dalam rencana anggaran pendapatan belanja daerah (RAPBD) 2019. 


Menurut juru bicara Fraksi Partai Golkar, Nyoman Suryana, mengatakan bahwa lahan tersebut akan dilelang. DPRD Provinsi Lampung karenanya telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Waydadi, dan masyarakat Waydadi wajib membeli lahan yang sudah ditempati bertahun-tahun tersebut.

Hal itu mendapat tanggapan miring oleh warga setempat dan Hermawan yakni salah satu tokoh pemuda Lampung yang juga ketua umum ADVOKAT BELA RAKYAT.  

Menurut Hermawan, saat ditemui awak media di kantornya Rabu, 21 November 2018, penarikan lahan Waydadi masuk dalam PAD APBD 2019 bukanlah langkah yang strategis dan populis, hal klasik itu sejak dahulu telah menjadi polemik yang tidak berkesudahan dan pada akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban atas kebijakan pemerintah yang zhalim. 

"Saya sejak kecil sudah tinggal dilahan Waydadi ini bersama masyarakat lainnya. Jadi saya tahu betul bahwa masyarakat tidak sembarangan menempati lahan Waydadi dimana masyarakat yang tinggal semua telah membeli dari penggarap. Artinya, hal ini tidak bisa semudah apa yang sudah rencanakan DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung untuk menjadikan lahan Waydadi masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), cetus Hermawan.

Mengenai keinginan masyarakat Waydadi agar pembayaran dicicil, menurut Hermawan itu hanya bagian dari usulan saja. "Saya kira apa sulitnya Pemerintah dan DPRD Provinsi Lampung membebaskan tanah tersebut secara cuma-cuma toh pada masa penjajahan hindia belanda dulu saja Pemerintah dalam beberapa kasus tanah memberikan cuma-cuma kepada rakyatnya," ungkapnya.

Lanjut dia, Wilayah Waydadi itu dibangun oleh masyarakat, dari tiang listrik saja dulu masyarakat sumbangan sehingga ada penerangan, dan masih banyak hal lain berkenaan dengan fasum dan fasos ditanah Waydadi itu.

Masih menurut Hermawan, yang juga ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Provinsi LAMPUNG itu, bahwa langkah yang dilakukan DPRD dan Pemprov Lampung sangat merugikan masyarakat, dan tentunya akan adapula perlawanan terhadap hal tersebut. Kelompok masyarakat itu siap mengadakan demonstrasi lagi yang tertib dan damai untuk menolak rencana penjualan lahan Waydadi oleh Pemprov Lampung, serta tidak menutup kemungkinan akan melakukan gugatan kepengadilan, tambahnya.

Untuk itu, Hermawan bersama tim Advokat Bela Rakyat (ABR) dan masyarakat lainnya menolak secara tegas keputusan yang merugikan itu, dan meminta kepada Pemprov dan DPRD Lampung untuk meninjau ulang hasil yang menyatakan tanah Waydadi menjadi aset Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga masyarakat bisa merasakan betul adanya wakil rakyat dan pemerintah yang mensejahterakan mereka. 

Sejauh yang saya fahami, sambung Hermawan, bahwa forum yang mewakili masyarakat Waydadi dan sekitarnya sudah menyurati pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden dan Menteri Agraria/Kepala BPN. Kami minta HPL Pemprov atas lahan Way Dadi dicabut serta dikembalikan sebagai tanah negara dan dilepaskan kepada masyarakat, sesuai Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979. Serta, sesuai Surat Menteri Dalam Negeri Nomor BTU 350/3-80, tertanggal 26 Maret 1980, dan SK Mendagri Nomor 224/DJA/1982, tertanggal 30 November 1982, terang Hermawan.

Advokat  Bela Rakyat (ABR) bersma advokat-advokat yang tinggal dilahan Waydadi serta masyarakat setempat akan melawan dan mempertahankan hak warga sampai pada keinginan warga tercapai. (Red/KN)