Advertisement
JAKARTA -- Dewan Kehormatan PWI Pusat mengecam
keras larangan siaran langsung sidang pengadilan yang terbuka untuk
umum. Dewan Kehormatan PWI berpendapat, larangan siaran langsung
pengadilan yang terbuka untuk umum, selain merupakan pelecehan terhadap
kemerdekaan pers, sekaligus juga bertentangan dengan prinsip-prinsip
peradilan yang bebas, terbuka dan jujur (7/3/2017).
Dewan Kehormatan PWI Pusat
menilai, pelarangan siaran langsung termasuk penghianatan terhadap
semangat dan roh dari KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
Dewan Kehormatan PWI mengingatkan, sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku sebagaimana diatur dalam KUHAP, apabila sidang dinyatakan
terbuka untuk umum, berarti masyarakat atau publik boleh dan dapat
mengetahui apa yang terjadi dalam proses persidangan. Filosofi dari
sidang terbuka untuk umum agar pengadilan berjalan dengan fair dan adil,
karena dapat disaksikan dan diawasi langsung oleh publik. Dalam hal
ini pers ialah wakil dari publik yang tidak dapat datang ke sidang
pengadilan. Dengan demikian, Dewan Kehormatan PWI Pusat menilai melarang
pers melakukan siaran langsung sama saja dengan memasung hak publik
untuk mengetahui apa yang terjadi dalam pesidangan, memberangus
kemerdekan pers, dan justeru dapat memicu jalannya sidang peradilan
yang tidak fair dan tidak jujur.
"Karena menyangkut nama tokoh dan
pejabat penyelenggara negara, publik bisa curiga dan menduga-duga bahwa
ada pengaturan hingga, sidang itu tidak boleh disiarkan secara langsung
oleh televisi," tegas Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang.
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum, Dewan Kehormatan PWI Pusat
berpendapat, hanya sidang peradilan anak dan kasus-kasus susila saja
yang bersifat terutup dan tidak boleh disiarkan secara langsung. Hal ini
karena untuk melindungi kepentingan anak-anak dan menghindari penyiaran
kasus asusila menjadi konsumsi umum. Selebihnya Dewan Kehormatan PWI
menegaskan seluruh sidang yang menurut KUHAP dinyatakan terbuka untuk
umum, harus dapat disiarkan langsung.
Ikhwal
adanya kekhawatiran para saksi akan saling mempengaruhi jika sidang
disiarkan langsung, Dewan Kehormatan PWI berpendapat, seharusnya bukan
persnya yang diberangus, tetapi terhadap para saksi yang harus diatur
sedemikian rupa sehingga saksi satu dan lainnya tidak saling mengetahui.
Maka yang diperlukan aturan mengenai para saksi dan bukannya membungkam
kemerdekaan persnya dengan melarang siaran langsung.
Dewan Kehormatan menandaskan, pelarangan siaran langsung sidang
pengadilan yang bukan sidang anak-anak dan bukan kasus susila, merupakan
langkah mundur di bidang peradilan, kemerdekaan pers dan demokrasi.
Jika hal ini dibiarkan makan berpotensi membentuk budaya peradilan yang
tidak terbuka dan tidak adil serta peradilan yang kotor. Untuk itu
Dewan Kehormatan PWI Pusat secara tegas meminta agar larangan peliputan
siaran langsung sidang yang terbuka untuk umum segera dicabut.
Sebelumnya Rabu (8/3) Humas Pengadilan Tipikor Jakarta, Johanes
Priana, menegaskan pengadilan Tipikor melarang siaran langsung kasus
dugaan korupsi e-KTP. Alasannya ketua PN Jakarta Pusat sudah
mengeluarkan peraturan melarang siara langsung di lingkungan peradilan
Jakarta Pusat. "Keputusan hakim melarang siaran langsung sidang tersebut
bisa memunculkan anggapan pengadilan telah diintervensi kekuatan di
luar pengadilan. Ini benar-benar tidak sehat bagi upaya penegakan hukum
dan transparan indormasi publik, " tandas Ilham.
(Red/Kn)