KONKRIT NEWS
20/04/19, 20.4.19 WIB
Last Updated 2019-04-20T10:44:46Z
politik

Sulitnya Niko Menyalurkan Hak Berdemokrasi

Advertisement


Lampung - Setiap warga negara yang memiliki hak memilih, bisa menyalurkan suaranya dalam pemilihan umum (pemilu). Termasuk saat berada di luar daerah domisilinya atau sedang bepergian. Bahkan pemilih yang tak memperoleh tak memperoleh undangan atau kartu C6 dari penyelenggara pemilu. Untuk ini, yang bersangkutan cukup mendaftarkan diri menggunakan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).

Namun, semua itu baru sebatas pada ketentuan tertulis. Di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya. Terutama pemilih yang tidak memiliki undangan C6 dari penyelenggara pemilu, menemui kesulitan saat akan melakukan pencoblosan.

Silakan simak pengalaman Niko Tri Agung. Warga Rawalaut, Kecamatan Enggal, Bandarlampung, ini mengaku harus mendatangi empat tempat pemungutan suara (TPS) untuk bisa menyalurkan suaranya. 

"Itu pun saya baru dapat kartu suara setelah bersitegang dengan petugas," ujar Niko kepada media, Sabtu (20-4-2019).

Niko mengaku, selama pemilihan umum selalu mendapat undangan memilih dari petugas, seperti pada pemilihan gubernur pada 2018. "Saya heran juga, kenapa pada pemilu presiden sekarang dia tak mendapatkan C6," katanya. 

Karena itu, pada hari pencoblosan, Rabu, 17 April 2019, dia mendatangi TPS tempat biasanya ikut pemilu di TPS 12 yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya. Ternyata, nama Niko tak masuk daftar pemilih tetap (DPT). 

Menurut dia, petugas di TPS 12 menyarankan Niko untuk mengecek di TPS yang ada di SMPN 23 Bandarlampung. Di sini nasibnya sama saja, nama Niko tak ada di DPT.

Atas saran petugas penyelenggara pemilu di TPS SMPN 23, Niko kemudian pergi ke TPS yang ada di SMPN 1. "Sampai di SMPN 1 katanya surat suaranya habis. Kesal juga, surat suara sudah habis. Padahal masih belum jam 12 siang," katanya.

Akhirnya dengan kesal Niko pergi ke TPS yang ada di SPMN 12. Di sini, dia mengaku kesal dan marah karena petugas mengatakan waktu untuk mendaftar pemilih dengan KTP-el sudah habis. "Padahal surat suara masih banyak. Saya marah. Setelah bersitegang dengan petugas, akhirnya saya bisa memilih," kata Niko.

Niko mempertanyakan kerja penyelenggara pemilu, komisi pemilihan umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dinilai tidak profesional. "Biasanya saya dapat undangan C6, kenapa tahun ini tidak. Kenapa juga nama saya tidak ada di DPT?" katanya.

Selain itu, seharusnya pemilih yang menggunakan KTP-el, taknpeelu dipersulit, jam berapa pun bisa datang dan memilih yang seharusnya difasilitasi dan dipermudah. 

"Kan memilih itu hak setiap warga negara. Jangan sampai pemilih sudah datang ke TPS harus pulang. Apakah itu bukan berarti akan merangsang masyarakat tidak menggunakan haknya? Padahal pemerintah gencar mengampanyekan agar masyarakat tidak golput," katanya. (*)