Advertisement
Bandar Lampung – Pengadilan Agama (PA) Tanjungkarang kembali menggelar sidang sengketa waris antara Fadhel Alghiffari Husin selaku penggugat melawan pamannya, Ferry Ardiansyah, serta bibinya, Media Sari Putri, pada perkara Nomor 1253/Pdt.G/2025/PA.Tjk.
Sidang kali ini beragendakan pembuktian tertulis. Pihak penggugat melalui kuasa hukumnya, Abdul Wahid, menyerahkan 14 dokumen sebagai alat bukti.
“Sidang berikutnya kami akan melengkapi dengan bukti tambahan,” ujar Wahid usai persidangan, Selasa (30/9/2025).
Perkara ini berkaitan dengan dugaan penguasaan harta peninggalan almarhum Anthoni Siaga Putra. Wahid menjelaskan, permasalahan bermula sejak almarhum terserang stroke berat pada 2018 hingga wafat pada 2022. Dalam kondisi tersebut, almarhum tidak lagi mampu berbicara dan seluruh urusan diserahkan kepada keluarga terdekat.
Menurut penggugat, saat ini tergugat I (paman) menguasai tiga aset tidak bergerak berupa satu unit rumah, bangunan kos, dan sebidang lahan. Sementara tergugat II (bibi) menguasai satu aset bergerak berupa satu unit mobil.
Sebagian aset yang sempat dikuasai pihak bibi telah dikembalikan secara kekeluargaan. Namun empat aset tersebut masih belum diserahkan kepada ahli waris yang sah, sehingga memicu gugatan yang didaftarkan pada 24 Juni 2025.
Salah satu objek yang dipersoalkan adalah rumah yang telah dialihkan atas nama tergugat I melalui akta hibah. Wahid menilai hibah tersebut cacat hukum karena dilakukan saat pemberi sudah tidak sehat.
“Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 213 disebutkan hibah hanya sah jika pemberinya dalam keadaan sadar dan sehat. Pada saat itu ayah klien kami sudah tidak mampu berbicara,” tegasnya.
Selain itu, Wahid menyoroti kekeliruan administratif pada akta hibah yang menyebut almarhum sebagai ‘orang tua’ dari tergugat, padahal keduanya adalah kakak-adik kandung.
“Kekeliruan ini tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut keabsahan akta otentik,” tambahnya.
Lebih lanjut, Wahid menekankan bahwa gugatan ini bukan semata persoalan kepemilikan harta, melainkan upaya melindungi hak seorang anak yatim yang ditinggalkan ayahnya.
“Kami percaya majelis hakim akan mempertimbangkan keadilan substantif, bukan hanya melihat dokumen formal,” ujarnya.
Sementara itu, pihak tergugat I belum bersedia memberikan keterangan terkait jalannya sidang pembuktian tertulis tersebut. (*)