Advertisement
Bandar Lampung - Yayasan Lembaga Hukum Bela Rakyat (YLHBR) atau yang akrab dikenal sebagai Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I), kembali menggelar Pendidikan Paralegal Angkatan III dengan mengusung tema “Peran Paralegal dalam Memberikan Bantuan Hukum Guna Mewujudkan Access to Justice bagi Masyarakat”.
Kegiatan yang berlangsung di Begadang Resto Convention Hall, Bandar Lampung, Minggu (28/9/2025) itu, diikuti oleh ratusan peserta baik secara langsung maupun online dari berbagai daerah tidak hanya Lampung, seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi Tengah, Maluku, Aceh, Padang, Jawa Barat, Banten, serta Jambi dan berbagai latar belakang masyarakat sipil yang memiliki kepedulian terhadap keadilan dan bantuan hukum dari beberapa wilayah priviblnsi dan kabupaten kota se Indonesia.
Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I), organisasi lembaga bantuan hukum besutan pengacara muda energik ini, bertujuan melahirkan paralegal yang tidak hanya memahami hukum secara teoritis, namun juga mampu menjadi ujung tombak dalam memberikan advokasi di tengah masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan yang seringkali terpinggirkan dari akses keadilan.
Ketua Umum sekaligus Pembina DPP Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I), Hermawan, S.H.I., M.H., CM., SHEL yang juga sebagai pemateri, membuka pemaparan dengan menegaskan kembali pentingnya keberadaan paralegal di tengah masyarakat. Ia menjelaskan bahwa keparalegalan bukan hanya soal pengetahuan hukum, tetapi juga soal tanggung jawab moral dan sosial.
Menurut mahasiwa S3 Jaya Baya program Ilmu Hukum ini, paralegal adalah jembatan antara masyarakat dan advokat. Karena itu, mereka harus memahami batasan kewenangan, kode etik, serta tidak terjebak dalam praktik yang bisa menyalahi hukum.
Hermawan menambahkan, kehadiran paralegal di akar rumput ibarat "lampu penerang" yang membantu masyarakat memahami persoalan hukum sederhana, sekaligus memberi jalan agar mereka tidak terjebak pada praktik-praktik curang.
“Paralegal bukan sekadar pembantu hukum. Mereka adalah agen perubahan sosial yang bisa membangun kesadaran hukum kolektif. Dengan memahami hak-hak dasar warga negara, paralegal dapat meminimalisir ketidakadilan struktural,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Krismanik Aji Candra, S.H.,CM. membawakan materi yang fokus pada mapping kasus dan simulasi penanganan kasus. Ia menekankan bahwa paralegal harus memiliki keterampilan analitis dalam membaca dan memetakan suatu persoalan hukum.
Dalam pemaparannya, ia membimbing peserta melalui studi kasus riil yang sering muncul di tengah masyarakat, misalnya kasus sengketa tanah, persoalan buruh, hingga kriminalisasi warga kecil. Krismanik menjelaskan bahwa pemetaan kasus yang akurat akan membantu menentukan jalur advokasi yang tepat, apakah penyelesaian bisa dilakukan secara non-litigasi melalui mediasi, atau perlu didorong ke ranah litigasi bersama advokat.
“Kesalahan paralegal seringkali muncul karena tidak mampu mengidentifikasi inti masalah. Dengan mapping yang tepat, strategi advokasi akan lebih fokus dan efektif, bisa memberikan dampak nyata bagi masyarakat yang dibela,” jelasnya.
Disisi lain, Agung Virguntoro, S.H. memberikan materi yang bersifat mendasar, namun sangat penting seperti sistem hukum di Indonesia serta pengantar hukum pidana dan perdata. Ia menekankan bahwa paralegal harus memiliki pemahaman dasar hukum agar tidak salah memberi informasi ke masyarakat.
Agung menjelaskan bahwa sistem hukum Indonesia menganut pluralisme, di mana hukum nasional, hukum adat, dan hukum agama seringkali berjalan bersamaan. Hal ini membuat paralegal harus peka dan mampu membaca konteks lokal.
Lebih lanjut, ia memaparkan perbedaan fundamental antara hukum pidana dan perdata. Kasus pidana biasanya berkaitan dengan pelanggaran terhadap negara atau kepentingan umum, sementara kasus perdata lebih pada sengketa antar individu.
“Banyak masyarakat yang tidak tahu perbedaan pidana dan perdata. Inilah ruang bagi paralegal untuk meluruskan informasi dan memberi pencerahan hukum, sehingga masyarakat tidak salah langkah dalam mencari keadilan,” ujar Agung.
Dengan cara yang sederhana, Agung membekali peserta agar mampu membedakan ranah hukum serta memahami konsekuensi hukum dari tiap jalur yang ditempuh.
Diakhir sesi, Hengki Irawan, SP.,S.H.,M.H. mengupas tuntas tentang strategi advokasi dan agitasi propaganda. Ia menjelaskan bahwa advokasi adalah seni memperjuangkan kepentingan masyarakat melalui jalur hukum maupun non-hukum, sedangkan atigasi propaganda merupakan strategi melawan isu-isu negatif, tekanan opini, atau propaganda yang bisa melemahkan perjuangan hukum.
Hengki menekankan bahwa seorang paralegal maupun advokat tidak boleh hanya fokus pada proses hukum formal, tetapi juga harus mampu mengantisipasi serta mengelola opini publik yang sering dijadikan senjata oleh pihak lawan.
“Advokasi tanpa strategi komunikasi ibarat berjalan tanpa arah. Sementara, agitasi propaganda adalah tameng yang melindungi perjuangan hukum dari serangan isu negatif. Keduanya harus berjalan seimbang agar pembelaan hukum tidak hanya kuat di meja sidang, tapi juga kokoh di hadapan publik,” jelas Hengki.
Dalam paparannya, ia memberikan contoh bagaimana isu-isu hukum yang sebenarnya sederhana bisa berkembang menjadi opini besar di masyarakat apabila tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, paralegal perlu dibekali kemampuan membaca situasi, menyusun narasi, dan melakukan counter-propaganda yang sehat serta bertanggung jawab.
Hengki juga menegaskan bahwa agitasi propaganda bukanlah sekadar melawan isu, tetapi membangun narasi alternatif yang lebih kuat, berbasis fakta, dan memiliki daya dorong untuk menggerakkan solidaritas publik.
“Seorang paralegal harus tahu kapan bicara hukum, kapan bicara publik. Di titik itulah strategi advokasi bertemu dengan agitasi propaganda, menjadi kekuatan utuh untuk memperjuangkan keadilan,” pungkasnya.
Dengan empat materi yang mendalam, Pendidikan Paralegal Angkatan III ini bukan hanya memperkaya wawasan peserta, tetapi juga mengasah keterampilan praktis yang dapat langsung diterapkan di lapangan.
ABR-I berharap paralegal yang lahir dari pendidikan ini dapat menjadi motor penggerak akses keadilan, terutama bagi masyarakat yang seringkali termarjinalkan dari sistem hukum formal.
Tidak hanya itu, ABR-I juga telah resmi membuka layanan online pengaduan masyarakat melalui WhatsApp ABR Official di nomor (0856-0936-3477), yang bertujuan memfasilitasi aspirasi masyarakat terhadap pelayanan dan kebijakan pemerintah, mengawasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta memastikan kebajikan tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Kemudian, memfasilitasi informasi yang akurat dan objektif tentang kebijakan pemerintah pusat dan daerah, serta meningkatkan kesadaran tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam proses pembangunan hukum untuk kesejahteraan. (Putra)