Advertisement
Lampung — Di balik hamparan hijau tanaman tebu yang membentang di tanah Lampung, tersembunyi kisah sosial yang jarang tersorot oleh sorotan headline nasional. Kebun tebu dan pabrik gula yang bagi sebagian orang hanyalah simbol industri dan keuntungan, justru menjadi sumber kehidupan dan jaring pengaman sosial bagi masyarakat akar rumput Lampung selama hampir tiga dekade.
Perspektif ini disampaikan oleh Hendra Mukri, Ketua Umum Organisasi Paku Banten Indonesia, yang juga dikenal sebagai penerus ajaran tokoh kharismatik Abah Mukri—sosok spiritualis dan guru besar masyarakat adat Lampung. Berbicara usai menghadiri pengajian rutin di Kecamatan Seputih Banyak, Hendra menekankan bahwa peran perusahaan seperti Sugar Group Companies (SGC) tidak bisa dinilai semata-mata dari skala bisnisnya.
“Kami ini bukan bicara korporasi besar atau kecil, tapi soal apa yang mereka berikan untuk manusia di sekitarnya. Dan SGC, sejak lama sudah menunjukkan bagian daripada itu,” ujar Hendra, Senin (21/7/2025).
Hendra menyampaikan bahwa mayoritas anggota Ormas Paku Banten adalah masyarakat adat dan petani informal yang hidup berdampingan dengan kawasan produksi SGC. Menurutnya, perusahaan tidak hanya hadir sebagai penyedia lapangan kerja, tetapi juga berfungsi sebagai penyangga sosial dalam berbagai krisis nasional.
“Kalau mau lihat realitasnya, silakan kunjungi dapur-dapur buruh. Anak-anak buruh di sana bisa sekolah gratis hingga jenjang D3. Klinik 24 jam juga tersedia untuk merawat warga sekitar,” ungkap Hendra.
SGC, lanjutnya, telah menyediakan akses pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMK, hingga Politeknik D3 bagi anak-anak karyawan, petani, buruh, hingga nelayan. Ratusan anak dari keluarga tidak mampu kini memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang tinggi, bahkan bekerja kembali ke perusahaan atau meraih karier di tempat lain.
“Ini bukan sulap, tapi hasil konsistensi kepedulian perusahaan selama puluhan tahun,” katanya.
Bagi Hendra, tindakan sosial SGC mencerminkan nilai-nilai warisan dari Abah Mukri, yakni keadilan yang membumi dan berpihak kepada rakyat. Oleh karena itu, ia mengkritisi narasi-narasi negatif yang menyudutkan perusahaan lewat isu lahan yang dinilainya tidak berdasar.
“Kami bukan membela korporasi, tapi membela kehidupan rakyat. Kalau SGC diganggu oleh framing isu, siapa yang akan tanggung jawab atas nasib puluhan ribu keluarga itu?” tegas Hendra.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga kepastian hukum dan keadilan sosial di tengah berkembangnya informasi yang bisa menyesatkan publik.
Dalam pandangan Paku Banten, SGC bukan sekadar pabrik gula. Perusahaan ini telah membentuk ekosistem pertanian dan perindustrian yang berkontribusi pada kemandirian pangan nasional, sekaligus menjadi sandaran hidup bagi puluhan ribu keluarga di Lampung.
“Kalau gula itu manis, biarlah manisnya terasa di mulut dan juga di hati rakyat,” tutup Hendra Mukri, dengan senyum tenang yang diwarisinya dari sang ayah. (Red)